Minggu, 27 Mei 2012

SALMONELLA PARATHYPI


MAKALAH  MIKROBIOLOGI
SALMONELLA PARATHYPI



OLEH :
NAMA            :           YOVINIANUS ANDREAS NONO
NIM                :           SK.11.01.060
JURUSAN      :           KEPERAWATAN





BAB I
PENDAHULUAN

A.      LATAR BELAKANG.

Salmonella typhi (S. typhi), Salmonella paratyphi A (S. Paratyphi A), Salmonella paratyphi B (S. paratyphi B) dan Salmonella paratyphi C (S. paratyphi C) merupakan penyebab infeksi utama pada manusia, biasanya cenderung meningkat pada masyarakat dengan standar kebersihan rendah terutama pada daerah tropik.
Infeksi oleh Salmonella sp. hampir selalu melalui jalan oral, yaitu melalui makanan dan minuman yang telah terkontamiasi, masuk ke mulut, melewati saluran pencernaan, melalui dinding usus halus, masuk ke sistem limpa, beredar melalui aliran darah, menyerang liver, kantung empedu, limpa, ginjal, dan sum-sum tulang, kemudian bakteri berkembang biak dan melakukan penyerangan ke berbagai organ.
Infeksi S. typhi, S. paratyphi A, S. paratyphi B dan S.paratyphi C dapat muncul sebagai gastroenteritis, typhus abdominalis, dan septikemia. Demam tifoid dan paratifoid merupakan penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh S. typhi, sedangkan demam paratifoid disebabkan oleh spesies Salmonella enteriditis yaitu Salmonella enteriditis bioserotipe paratyphi A atau S. paratyphi A, Salmonella enteriditis bioserotipe paratyphi B atau S. paratyphi B, Salmonella enteriditis bioserotipe paratyphi C atau S. paratyphi C.
Demam Tifoid atau typhus abdominalis, typhoid fever atau enteric fever yang merupakan penyakit sistemik yang akut yang mempunyai karakteristik demam, sakit kepala dan ketidakenakan abdomen, gejala ini berlangsung lebih kurang 3 minggu yang juga disertai dengan gejala – gejala sakit perut, pembesaran limpa dan erupsi kulit.
Pada pemeriksaan laboratorium terdapat penurunan sel darah putih, dan terjadi peningkatan titer Widal. Titer widal dikatakan meningkat bila titernya lebih dari 1/160 atau didapatkan kenaikan titer 2 kali lipat dari titer sebelumnya dalam waktu 1 minggu. Widal merupakan salah satu metode pemeriksaan yang dapat digunakan untuk membantu menegakkan diagnosa penyakit demam tipoid, akan tetapi pemeriksaan widal tersebut memiliki sensitifitas dan spesifitas yang lemah, untuk itu perlu dilakukan pemeriksaan penunjang lain yang dapat digunakan untuk menegakkan diagnosa penyakit demam tipoid yaitu dengan melakukan kultur bakteri dari penderita demam tipoid pada sampel feses, urin, dan darah.


 


BAB II
SALMONELLA PARATHYPI


A.                  DEFENISI DEMAM TIFOID

Demam tifoid disebut juga dengan Typus abdominalis atau typoid fever. Demam tipoid ialah penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada saluran pencernaan (usus halus) dengan gejala demam satu minggu atau lebih disertai gangguan pada saluran pencernaan dan dengan atau tanpa gangguan kesadaran.


B.                   INFECTIOUS AGENT

Demam tifoid disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi atau Salmonella paratyphi dari Genus Salmonella. Bakteri ini berbentuk batang, gram negatip, tidak membentuk spora, motil, berkapsul dan mempunyai flagella (bergerak dengan rambut getar). Bakteri ini dapat hidup sampai beberapa minggu di alam bebas seperti di dalam air, es, sampah dan debu. Bakteri ini dapat mati dengan pemanasan (suhu 600C) selama 15 – 20 menit, pasteurisasi, pendidihan dan khlorinisasi. Salmonella typhi mempunyai 3 macam antigen, yaitu :
Ø  Antigen O (Antigen somatik), yaitu terletak pada lapisan luar dari tubuh kuman. Bagian ini mempunyai struktur kimia lipopolisakarida atau disebut juga endotoksin. Antigen ini tahan terhadap panas dan alkohol tetapi tidak tahan terhadap formaldehid.
Ø   Antigen H (Antigen Flagella), yang terletak pada flagella, fimbriae atau pili dari kuman. Antigen ini mempunyai struktur kimia suatu protein dan tahan terhadap formaldehid tetapi tidak tahan terhadap panas dan alkohol.
Ø   Antigen Vi yang terletak pada kapsul (envelope) dari kuman yang dapat melindungi kuman terhadap fagositosis. Ketiga macam antigen tersebut di atas di dalam tubuh penderita akan menimbulkan pula pembentukan 3 macam antibodi yang lazim disebut aglutinin.


C.                   PATOGENESIS

Salmonella typhi dan Salmonella paratyphi masuk kedalam tubuh manusia melalui makanan yang terkontaminasi kuman. Sebagian kuman dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus dan berkembang biak. Bila respon imunitas humoral mukosa IgA usus kurang baik maka kuman akan menembus sel-sel epitel terutama sel M dan selanjutnya ke lamina propia. Di lamina propia kuman berkembang biak dan difagosit oleh sel-sel fagosit terutama oleh makrofag. Kuman dapat hidup dan berkembang biak di dalam makrofag dan selanjutnya dibawa ke plaque Peyeri ileum distal dan kemudian ke kelenjar getah bening mesenterika. Selanjutnya melalui duktus torasikus kuman yang terdapat di dalam makrofag ini masuk ke dalam sirkulasi darah (mengakibatkan bakterimia pertama yang asimtomatik) dan menyebar ke seluruh organ retikuloendotelial tubuh terutama hati dan limpa. Di organ-organ ini kuman meninggalkan sel-sel fagosit dan kemudian berkembang biak di luar sel atau ruang sinusoid dan selanjutnya masuk ke dalam sirkulasi darah lagi yang mengakibatkan bakterimia yang kedua kalinya dengan disertai tanda-tanda dan gejala penyakit infeksi sistemik, seperti demam, malaise, mialgia, sakit kepala dan sakit perut.


D.                  GEJALA KLINIS

Gejala klinis demam tifoid pada anak biasanya lebih ringan jika dibanding dengan penderita dewasa. Masa inkubasi rata-rata 10 – 20 hari. Setelah masa inkubasi maka ditemukan gejala prodromal, yaitu perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri kepala, pusing dan tidak bersemangat. Kemudian menyusul gejala klinis yang biasa ditemukan, yaitu :


Ø    Demam.
Pada kasus-kasus yang khas, demam berlangsung 3 minggu. Bersifat febris remiten dan suhu tidak berapa tinggi. Selama minggu pertama, suhu tubuh berangsur - angsur meningkat setiap hari, biasanya menurun pada pagi hari dan meningkat lagi pada sore dan malam hari. Dalam minggu kedua, penderita terus berada dalam keadaan demam. Dalam minggu ketiga suhu tubuh beraangsur-angsur turun dan normal kembali pada akhir minggu ketiga.
Ø    Ganguan pada saluran pencernaan.
Pada mulut terdapat nafas berbau tidak sedap. Bibir kering dan pecah-pecah (ragaden) . Lidah ditutupi selaput putih kotor (coated tongue), ujung dan tepinya kemerahan, jarang disertai tremor. Pada abdomen mungkin ditemukan keadaan perut kembung (meteorismus). Hati dan limpa membesar disertai nyeri pada perabaan. Biasanya didapatkan konstipasi, akan tetapi mungkin pula normal bahkan dapat terjadi diare.
Ø    Gangguan kesadaran
Umumnya kesadaran penderita menurun walaupun tidak berapa dalam, yaitu apatis sampai somnolen. Jarang terjadi sopor, koma atau gelisah.


E.                   EPIDEMOLOGI DEMAM TIFOID

v   Distribusi dan Frekwensi
Ø  Orang
Demam tifoid dapat menginfeksi semua orang dan tidak ada perbedaan yang nyata antara insiden pada laki-laki dan perempuan. Insiden pasien demam tifoid dengan usia 12 – 30 tahun 70 – 80 %, usia 31 – 40 tahun 10 – 20 %, Menurut penelitian Simanjuntak, C.H, dkk (1989) di Paseh, Jawa Barat terdapat 77 % penderita demam tifoid pada umur 3 – 19 tahun dan tertinggi pada umur 10 -15 tahun dengan insiden rate 687,9 per 100.000 penduduk. Insiden rate pada umur 0 – 3 tahun sebesar 263 per 100.000 penduduk usia > 40 tahun 5 – 10 %.15.
Ø  Tempat dan Waktu
Demam tifoid tersebar di seluruh dunia. Pada tahun 2000, insiden rate demam tifoid di Amerika Latin 53 per 100.000 penduduk dan di Asia Tenggara 110 per 100.000 penduduk.6 Di Indonesia demam tifoid dapat ditemukan sepanjang tahun, di Jakarta Utara pada tahun 2001, insiden rate demam tifoid 680 per 100.000 penduduk dan pada tahun 2002 meningkat menjadi 1.426 per 100.000 penduduk.

v   Faktor-faktor yang Mempengaruhi (Determinan)
Ø  Faktor Host
Manusia adalah sebagai reservoir bagi kuman Salmonella thypi. Terjadinya penularan Salmonella thypi sebagian besar melalui makanan/minuman yang tercemar oleh kuman yang berasal dari penderita atau carrier yang biasanya keluar bersama dengan tinja atau urine. Dapat juga terjadi trasmisi transplasental dari seorang ibu hamil yang berada dalam bakterimia kepada bayinya.
Penelitian yang dilakukan oleh Heru Laksono (2009) dengan desain case control , mengatakan bahwa kebiasaan jajan di luar mempunyai resiko terkena penyakit demam tifoid pada anak 3,6 kali lebih besar dibandingkan dengan kebiasaan tidak jajan diluar (OR=3,65) dan anak yang mempunyai kebiasaan tidak mencuci tangan sebelum makan beresiko terkena penyakit demam tifoid 2,7 lebih besar dibandingkan dengan kebiasaan mencuci tangan sebelum makan (OR=2,7).
Ø  Faktor Agent
Demam tifoid disebabkan oleh bakteri Salmonella thypi. Jumlah kuman yang dapat menimbulkan infeksi adalah sebanyak 105 – 109 kuman yang tertelan melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi. Semakin besar jumlah Salmonella thypi yang tertelan, maka semakin pendek masa inkubasi penyakit demam tifoid.

Ø  Faktor Environment
Demam tifoid merupakan penyakit infeksi yang dijumpai secara luas di daerah tropis terutama di daerah dengan kualitas sumber air yang tidak memadai dengan standar hygiene dan sanitasi yang rendah. Beberapa hal yang mempercepat terjadinya penyebaran demam tifoid adalah urbanisasi, kepadatan penduduk, sumber air minum dan standart hygiene industri pengolahan makanan yang masih rendah.
Berdasarkan hasil penelitian Lubis, R. di RSUD. Dr. Soetomo (2000) dengan desain case control , mengatakan bahwa higiene perorangan yang kurang, mempunyai resiko terkena penyakit demam tifoid 20,8 kali lebih besar dibandingkan dengan yang higiene perorangan yang baik (OR=20,8) dan kualitas air minum yang tercemar berat coliform beresiko 6,4 kali lebih besar terkena penyakit demam tifoid dibandingkan dengan yang kualitas air minumnya tidak tercemar berat coliform (OR=6,4) .


F.                   SUMBER PENULARAN (RESERVOIR)

Penularan penyakit demam tifoid oleh basil Salmonella typhi ke manusia melalui makanan dan minuman yang telah tercemar oleh feses atau urin dari penderita tifoid.
Ada dua sumber penularan Salmonella typhi, yaitu :
Ø  Penderita Demam Tifoid
Yang menjadi sumber utama infeksi adalah manusia yang selalu mengeluarkan mikroorganisme penyebab penyakit, baik ketika ia sedang menderita sakit maupun yang sedang dalam penyembuhan. Pada masa penyembuhan penderita pada umumnya masih mengandung bibit penyakit di dalam kandung empedu dan ginjalnya.
Ø  Karier Demam Tifoid.
Penderita tifoid karier adalah seseorang yang kotorannya (feses atau urin) mengandung Salmonella typhi setelah satu tahun pasca demam tifoid, tanpa disertai gejala klinis. Pada penderita demam tifoid yang telah sembuh setelah 2 – 3 bulan masih dapat ditemukan kuman Salmonella typhi di feces atau urin. Penderita ini disebut karier pasca penyembuhan. Pada demam tifoid sumber infeksi dari karier kronis adalah kandung empedu dan ginjal (infeksi kronis, batu atau kelainan anatomi). Oleh karena itu apabila terapi medika-mentosa dengan obat anti tifoid gagal, harus dilakukan operasi untuk menghilangkan batu atau memperbaiki kelainan anatominya.
Karier dapat dibagi dalam beberapa jenis.
§  Healthy carrier (inapparent) adalah mereka yang dalam sejarahnya tidak pernah menampakkan menderita penyakit tersebut secara klinis akan tetapi mengandung unsur penyebab yang dapat menular pada orang lain, seperti pada penyakit poliomyelitis, hepatitis B dan meningococcus.
§  Incubatory carrier (masa tunas) adalah mereka yang masih dalam masa tunas, tetapi telah mempunyai potensi untuk menularkan penyakit/ sebagai sumber penularan, seperti pada penyakit cacar air, campak dan pada virus hepatitis.
§  Convalescent carrier (baru sembuh klinis) adalah mereka yang baru sembuh dari penyakit menulat tertentu, tetapi masih merupakan sumber penularan penyakit tersebut untuk masa tertentu, yang masa penularannya kemungkinan hanya sampai tiga bulan umpamanya kelompok salmonella, hepatitis B dan pada dipteri.
§  Chronis carrier (menahun) merupakan sumber penularan yang cukup lama seperti pada penyakit tifus abdominalis dan pada hepatitis B.



G.                  KOMPLIKASI

Komplikasi demam tifoid dapat dibagi atas dua bagian, yaitu :
Ø  Komplikasi Intestinal.
·         Perdarahan Usus.
Sekitar 25% penderita demam tifoid dapat mengalami perdarahan minor yang tidak membutuhkan tranfusi darah. Perdarahan hebat dapat terjadi hingga penderita mengalami syok. Secara klinis perdarahan akut darurat bedah ditegakkan bila terdapat perdarahan sebanyak 5 ml/kgBB/jam.
·         Perforasi Usus.
Terjadi pada sekitar 3% dari penderita yang dirawat. Biasanya timbul pada minggu ketiga namun dapat pula terjadi pada minggu pertama. Penderita demam tifoid dengan perforasi mengeluh nyeri perut yang hebat terutama di daerah kuadran kanan bawah yang kemudian meyebar ke seluruh perut. Tanda perforasi lainnya adalah nadi cepat, tekanan darah turun dan bahkan sampai syok.
Ø  Komplikasi Ekstraintestinal.
·         Komplikasi kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi perifer (syok, sepsis), miokarditis, trombosis dan tromboflebitis.
·         Komplikasi darah : anemia hemolitik, trombositopenia, koaguolasi intravaskuler diseminata, dan sindrom uremia hemolitik.
·         Komplikasi paru : pneumoni, empiema, dan pleuritis
·         Komplikasi hepar dan kandung kemih : hepatitis dan kolelitiasis
·         Komplikasi ginjal : glomerulonefritis, pielonefritis, dan perinefritis
·         Komplikasi tulang : osteomielitis, periostitis, spondilitis, dan artritis
·         Komplikasi neuropsikiatrik : delirium, meningismus, meningitis, polineuritis perifer, psikosis, dan sindrom katatonia.

H.                  PENCEGAHAN DEMAM TIFOID

Pencegahan dibagi menjadi beberapa tingkatan sesuai dengan perjalanan penyakit, yaitu pencegahan primer, pencegahan sekunder, dan pencegahan tersier.
Ø  Pencegahan Primer
Pencegahan primer merupakan upaya untuk mempertahankan orang yang sehat agar tetap sehat atau mencegah orang yang sehat menjadi sakit. Pencegahan primer dapat dilakukan dengan cara imunisasi dengan vaksin yang dibuat dari strain Salmonella typhi yang dilemahkan. Di Indonesia telah ada 3 jenis vaksin tifoid, yaitu :
§  Vaksin oral Vivotif Berna. Vaksin ini tersedia dalam kapsul yang diminum selang sehari dalam 1 minggu satu jam sebelum makan. Vaksin ini kontraindiksi pada wanita hamil, ibu menyusui, demam, sedang mengkonsumsi antibiotik. Lama proteksi 5 tahun.
§  Vaksin parenteral sel utuh : Typa Bio Farma. Dikenal 2 jenis vaksin yakni, K vaccine (Acetone in activated) dan L vaccine (Heat in activated-Phenol preserved). Dosis untuk dewasa 0,5 ml, anak 6 – 12 tahun 0,25 ml dan anak 1 – 5 tahun 0,1 ml yang diberikan 2 dosis dengan interval 4 minggu. Efek samping adalah demam, nyeri kepala, lesu, bengkak dan nyeri pada tempat suntikan. Kontraindikasi demam,hamil dan riwayat demam pada pemberian pertama.
§  Vaksin polisakarida Typhim Vi Aventis Pasteur Merrieux. Vaksin diberikan secara intramuscular dan booster setiap 3 tahun. Kontraindikasi pada hipersensitif, hamil, menyusui, sedang demam dan anak umur 2 tahun.
Indikasi vaksinasi adalah bila hendak mengunjungi daerah endemik, orang yang terpapar dengan penderita karier tifoid dan petugas laboratorium/mikrobiologi kesehatan

Ø  Pencegahan Sekunder
                  Pencegahan sekunder dapat dilakukan dengan cara mendiagnosa penyakit secara dini dan mengadakan pengobatan yang cepat dan tepat. Untuk mendiagnosis demam tifoid perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium. Ada 3 metode untuk mendiagnosis penyakit demam tifoid, yaitu :
§  Diagnosis klinik.
§  Diagnosis mikrobiologik/pembiakan kuman.
§  Diagnosis serologik.

Pencegahan sekunder dapat berupa :
ü  Penemuan penderita maupun carrier secara dini melalui penigkatan usaha surveilans demam tifoid.
ü  Perawatan umum dan nutrisi yang cukup
ü  Pemberian anti mikroba (antibiotik) Anti mikroba (antibiotik) segera diberikan bila diagnosa telah dibuat. pada wanita hamil, terutama pada trimester III karena dapat menyebabkan partus prematur, serta janin mati dalam kandungan. Oleh karena itu obat yang paling aman diberikan pada wanita hamil adalah ampisilin atau amoksilin.




Ø  Pencegahan Tersier
                Pencegahan tersier adalah upaya yang dilakukan untuk mengurangi keparahan akibat komplikasi. Apabila telah dinyatakan sembuh dari penyakit demam tifoid sebaiknya tetap menerapkan pola hidup sehat, sehingga imunitas tubuh tetap terjaga dan dapat terhindar dari infeksi ulang demam tifoid. Pada penderita demam tifoid yang carier perlu dilakukan pemerikasaan laboratorium pasca penyembuhan untuk mengetahui kuman masih ada atau tidak.





BAB III
PENUTUP

A.                  KESIMPULAN

Thypus Abdominalis adalah suatu penyakit infeksi pada usus halus dengan gejala demam satu minggu atau lebih disertai gangguan pada saluran pencernaan dengan atau tanpa gangguan kesadaran yang disebabkan oleh salmonela typhi.
                Di Indonesia, diperkirakan angka kejadian penyakit ini adalah 300 – 810 kasus per 100.000 penduduk/tahun. Insiden tertinggi didapatkan pada anak-anak. Orang dewasa sering mengalami infeksi ringan dan sembuh sendiri lalu menjadi kebal. Insiden penderita berumur anak usia 12 – 13 tahun ( 70% – 80% ), pada usia 30 – 40 tahun ( 10%-20% ) dan diatas usia pada anak 12-13 tahun sebanyak ( 5%-10%) .
                penyakit ini dapat ditularkan melalui mulut dengan makanan atau minuman yang tercemar Pencemaran kuman tipes dapat terjadi dengan perantaraan lalat dan melalui aliran sungai. Gejala atau tanda-tanda penyakit adalah:
Ø  Pada awal sakit, suhu badan naik perlahan semakin meninggi mencapai 40o C.
Ø  Panas dapat sampai 3-4 minggu, dan puncaknya penderita bicara tak menentu (ngomel).
Ø  Sakit kepala.
Ø  Sakit di bagian perut dan kadang-kadang disertai kembung.
Ø  Nafsu makan menurun.
Ø  Badan terasa lemah dan letih.
Ø  Biasanya disertai diare atau sukar berak dan kadang-kadang berak darah.
Ø  Kesedaran menurun.


Cara penyembuhan yang dilakukan adalah:
Ø   Bed rest total, sampai 7 hari bebas panas. Maksudnya untuk mencegah terjadinya komplikasi yakni perdarahan usus atau perforasi usus. Mobilisasi pasien dilakukan secara bertahap, sesuai dengan kekuatan pasien.
Ø  Diet saring rendah serat, lunak sampai 7 hari bebas panas lalu ganti bubur kasar , dan setelah 7 hari ganti dengan nasi. Pemberian bubur saring bertujuan untuk menghindari komplikasi perdarahan usus / perforasi usus, karena ada pendapat bahwa usus perlu diistirahatkan.
Ø  Obat untuk penyakit Types adalah antibiotika golongan Chloramphenikol, Thiamphenikol, Ciprofloxacin dll yg diberikan selama 7 – 10 hari. Lamanya pemberian antibiotika ini harus cukup sesuai resep yg dokter berikan. Jangan dihentikan bila gejala demam atau lainnya sudah reda selama 3-4 hari minum obat. Obat harus diminum sampai habis ( 7 – 10 hari ). Bila tidak, maka bakteri Tipes yg ada di dalam tubuh pasien belum mati semua dan kelak akan kambuh kembali

KONSEP MANUSIA SEBAGAI BIO - PSIKO - SOSIAL - SPIRITUAL.


KONSEP MANUSIA SEBAGAI MAKHLUK BIO-PSIKO-SOSIAL-SPIRITUAL
Manusia adalah makhluk misteriusyang banyak hal tentang manusia yg belum terungkap – Mengapa manusia berbuat sesuatu untuk sesuatu? Manusia adalah makhluk unik yang tidak penah sama, individu yang identik (sama) kendati dibesarkan dlm suatu kondisi lingkungan yg sama pula. Manusia selalu berusaha untuk memenuhi kebutuhan dasar hidupnya. Dalam mencapai kebutuhannya tersebut, manusia mencoba belajar menggali dan menggunakan sumber-sumber yang diperlukan berdasarkan potensi dengan segala keterbatasannya. Manusia secara terus menerus menghadapi berbagai perubahan lingkungan dan selalu berusaha menyesuaikan diri agar tercapai keseimbangan yang interaksi dengan lingkungan dan menciptakan hubungan antar manusia secara serasi. Dalam teori keperawatan sering memandang manusia sebagai manusia holistik yang Bio-Psiko-Sosial-Spiritual yaitu :
a)      Memiliki sifat jasmaniah yang terpadu dalam sistem organism
·      masing-masing mempunyai fungsi
·       tunduk pada hakekat hukum alam lahir-berkembang-tua-mati
·      mempunyai individu
b)      Sebagai makhluk hidup yang memiliki jiwa
·       Ia diperintah/dikendalikan oleh ego
·       Ia dipengaruhi oleh perasaan,kata hati
·       Ia memiliki daya pikir karena mempunyai intelegensia
·      Ia memiliki aspek spiritual dlm aspek terjang
c)      Sebagai makhluk social
·       Ia dilahirkan, hidup, berperan di tengah-tengah masyarakat dengan                                 norma serta sistem nilainya.
·      Ia adalah anggota keluarga, masyarakat, dunia
·      Ia memiliki peranan yg harus ia sumbangkan untuk kepentingan dirinya,                     masyarakat.


d)      Sebagai makhluk dengan dasar spiritual
·      Ia memiliki keyakinan dan kepercayaan
·       Ia menyembah tuhan atau sembahyang
Adaptasi secara umum ( GAS ) dapat diperinci menjadi lima tingkatan, dan mungkin masih terjadi tumpang tindih atau pergeseran diantara tingkatan tersebut. Pembagian tingkatan ini berdasarkan pada jumlah dan kekuatan stress, kemampuan orang bereaksi serta ketepatan reaksi itu sendiri.
A.                  Tingkat I
Adaptasi ini merupakan reaksi pertahanan ( adaptasi defensif ) yang normal terhadap stress, biasanya terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Individu tersebut mampu untuk menurunkan stress awal dengan adaptasi fisiologis atau psikologis, dan pada umumnya tidak disadari, misalnya refleks muntah bila perut kemasukan zat yang merangsang atau asing, pembekuan darah pada saat terjadi luka pada jaringan. Secara psikologis mekanisme pertahanan yang dipakai antara lain rasionalisasi, fantasi, hal ini ditujukan untuk mengurangi kecemasan dan melindungi ego. Adaptasi tingkat I ini bersifat sementara dan sebagian besar ditujukan untuk melindungi, memperbaiki serta mempertahankan status diri.
B.                  Tingkat II
Apabila adaptasi defensif pada tingkat I tidak sanggup menurunkan stress, individu akan melakukan adaptasi kompensatif, baik secara fisiologis maupun psikologis. Adaptasi ini menimbulkan kesadaran bahwa telah terjadi suatu kegagalan, misalnya meningkatnya rasa haus pada pasien demam dan secara psikologis menggunakan mekanisme kompensasi.
C.                  Tingkat III
Pada tingkat ini mekanisme pertahanan dan kompensatif telah gagal dan menunjukkan adanya masalah kesehatan yang memerlukan adaptasi yang menyeluruh dan mendalam, misalnya rasa sakit, lemah, demam yang terjadi pada proses peradangan. Secara psikologik, penggunaan mekanisme kompensasi yang berlebihan atau penggunaan gejala fisik yang menunjukkan ketidak mampuan seseorang untuk menangani atau mengurangi sumber kecemasan dan merupakan tanda bahwa individu tersebut memerlukan bantuan.
D.                 Tingkat IV
Pada tingkat ini akan timbul stress baru yang memerlukan adaptasi lebih lanjut, karena tidak tepat dan tidak sesuai baik dari segi lokasi maupun intensitasnya. Kemampuan individu untuk beradaptasi telah terganggu dan ia dipaksa untuk bereaksi terhadap stress tambahan yang muncul. Apabila tindakan dari pihak luar tidak sanggup menghentikan siklus stress adaptasi ini, maka akan terjadi kerusakan yang menetap, misalnya suhu tubuh yang meninggi akibat stress mikrobiologis, dapat menimbulkan stress baru yaitu terjadinya ketidak seimbangan cairan dan elektrolit, sedangkan secara psikologis individu tidak mampu lagi menghadapi kenyataan dan mulai menarik diri.
E.                  Tingkat V
Pada tingkat ini biasanya stress banyak dan berat. Fungsi organ dapat terganggu, kehidupan terancam dan gangguan ini dapat bersifat sementara atau menetap, misalnya pada pasien yang mengalami gangguan fungsi ginjal karena obat-obatan, pada umumnya memerlukan bantuan dialisa sampai obat tersebut keluar dari seluruh sistem tubuh pasien tersebut, atau pada pasien yang mengalami oedema laryng karena reaksi alergi, biasanya membutuhkan bantuan berupa trakheotomi, sampai oedema berkurang. Secara psikologis individu akan kalut dan cenderung untuk menggunakan mekanisme pertahanan diri yang berlebihan dan tidak pada tempatnya, juga pikiran serta persepsinya semakin kacau dan kalut ( reaksi kebingungan yang akut ).